Syeikh Baquri
Buku itu berjudul "Dzikarayaat Laa Mudzakkirat, karya Umar Tilmisani, mursyid ketiga jamaah Ikhwanul Muslimin. Ketika saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, jumlah lembarannya hampir 400 halaman padahal edisi bahasa Arabnya tak lebih 200 halaman. Buku aslinya sudah tidak ada. Saya juga tidak tahu apa buku itu masih dijual di toko buku. Saya menerjemahkannya hanya setahun jelang reformasi 1998, tepatnya pertengahan 1997.
Karena buku aslinya dan edisi terjemahannya sudah tidak ada, ditambah halamannya lumayan tebal, untuk mengingat isinya tentu saja bukan perkara mudah. Tapi ada satu episode yang sangat berkesan bagiku dari auto biograpi itu, yaitu kisah seorang bernama Ahmad Hasan Baquri.
Sosok ini adalah nama kemilau dalam tubuh Ikhwan. Ia pernah jadi wakil mursyid Hasan Al Banna, atau tokoh kedua dalam tubuh Ikhwan. Ia juga nama yang sangat dihormati dalam dunia pengetahuan karena kealiman dan keluasan pengetahuannya, utamanya dalam bidang agama. Beliau adalah doktor syariah. Banyak yang menduga bahwa sepeninggal Hasan Al Banna, ia paling pantas didaulat untuk menjadi penggantinya.
Tapi "kesedihan sejarah" itu pun menjemput beliau. Semua itu bermula ketika Jamal Abdul Nasser, pemimpin revolusi Mesir 1952, menawarkan seluruh portofolio kementerian kepada Hasan Hudhaibi, mursyid Ikhwan saat itu. Nasser terlihat "pasrah" dan ingin agar pemerintahan baru, mulai dari posisi Perdana Menteri sampai level menteri, dipegang anggota ikhwan. Menarik dan sungguh menggiurkan memang.
Tapi Hudhaibi menolak tawaran Nasser itu. Hudhaibi menilai Nasser mau menjebak ikhwan dalam pusaran masalah yang sesungguhnya masalah Nasser pribadi. Nasser, layaknya diktator dimana mana, dikenal suka mencampuri urusan pemerintahan sampai ke hal hal teknis. Karena itu, siapapun yang memegang tampuk pemerintahan akan kerepotan dan kewenangannya menjadi semu. Tapi dihadapan rakyatnya, Nasser tampil mempesona dan berhasil membius mereka dengan ajaran sintesa Islam dan Sosialisme. Nasser memang seorang orator ulung. Tilmisani pun kagum padanya untuk urusan ini. "Saya pernah melihat Nasser bicara dalam nada tinggi dengan mata menyala-nyala selama 4 jam !" catat Umar dalam bukunya itu.
Hudhaibi tidak mau Ikhwan jadi kambing hitam kalau ada apa apa dengan pemerintahan di kemudian hari. Nasser dikenal licik dan sosok yang tidak segan menempuh cara apa saja untuk memuluskan niatnya. Karena itu, Hudhaibi memutuskan dengan tegas melarang semua anggota Ikhwan menerima tawaran jabatan apapun dari Nasser. Tapi keputusan itu tak sepenuhnya disahuti dengan ketaatan. Syeikh Baquri menempuh jalan lain. Ia secara pribadi menerima tawaran itu. Lalu portofilio kementerian agama dan waqaf Mesir dipercayakan kepada Syaikh Baquri.
Kala pagi di hari pelantikannya, Baquri dipanggil menghadap ke Mursyid Hudhaibi. Ketika bertemu, Hudhaibi berkata kepada Baquri, " Anda sudah menerima tawaran Nasser. Sekarang saya ingin mendengar dari anda sikap anda terhadap posisi anda dalam jamaah Ikhwan?" Baquri menjawab,"Saya mengundurkan diri dari dewan pendiri (haihah ta'sisiyah) Ikhwan." "Belum cukup", tukas Hudhaibi. "Saya mengundurkan diri dari maktab irsyad, " jawab Baquri. "Belum cukup, " kata Hudhaibi. "Kalau begitu saya menyatakan keluar dari jamaah Ikhwan," kata Baquri. "Itu jawaban yang saya tunggu dari kamu syeikh, " kata Hudhaibi.
Dan pada siang harinya, saat pelantikan Syeikh Baquri di Istana perwira merdeka Nasser, mursyid Hasan Hudhaibi datang untuk menyampaikan ucapan selamat kepada Syaikh Baquri atas terpilihnya sebagai menteri waqaf Mesir yang baru.
Ust. Suryadarma
https://www.facebook.com/surya.darma.731135