Relevan di Setiap Tempat dan Masa

Roda zaman ini lebih cepat berubah dari cuaca. Ia akan melindas apa saja dan siapa saja yang tidak mampu menyesuikan dengan masanya. Banyak orang-orang yang tertinggal, dan hanya termangu, ia bercerita, "dulu di zaman saya, ada ini dan itu, saya dulu .....". Banyak perusahaan tumbang karena tidak mampu dan terlambat dengan cepatnya perubahan. Banyak pula organisasi besar yang tiba-tiba hilang dari peredaran.

Setiap masa ada pemimpinnya dan setiap pemimpin ada masanya, "Likulli marhalatin mutaqallabatuha, likulli marhalatin muqtadhayyatuha, wa likulli marhalatin rijaluha" (Setiap masa ada tuntutannya, setiap masa ada konsekuensinya, dan setiap masa ada pelaku sejarahnya).
Untuk dapat relevan disetiap masa, setiap kita harus menpunyai narasi yang kokoh dan nilai, bukan sekedar nilai, tetapi nilai plus. Karya yang senantiasa terupdate dengan zamannya. Para followers tanpa tanpa narasi dan nilai, ia akan terlunta-lunta dengan perubahan masa.

Tuntutan dan konsekwensi setiap masa harus dipenuhi dengan sempurna, gagal memenuhinya, berarti gagal menjadi pelaku sejarah di masanya. Mengerjakan agenda di masa kini tidak relevan dikerjakan dengan cara di masa lalu. Dan semua yang di masa lalu menjadi bahan penyempurnaan untuk masa kini dan yang akan datang.

Zaman boleh berubah, periode boleh berganti, namun pastikan setiap kita selalu relevan disetiap tempat dan masa, dan bukan golongan orang-orang yang tertinggal.

Allahu A’lam bishshawab.

Oleh: Imam Rohani, ST. MT

Menunggu Hujan

Hujan dan kemarau adalah hal yang terus berulang disetiap masa. Ketika kemarau ada sebagian yang menunggu datangnya hujan dan ketika hujan sebagian orang menunggunya reda. Tidak hujan dan tidak kemarau ada agenda menunggu.

Ketika kemarau, ia bermimpi jika seandainya hujan maka akan berbuat ini dan itu. Dan ketika hujan ia juga bermimpi seandainya hujan reda akan melakukan berbagai kebaikan. Tak sadar ia sedang tertidur dan tidak melakukan apa-apa.
Mungkin kita sering mendengar, ungkapan-ungkapan, saya akan menyumbang masjid sekian juta kalau nanti saya sudah kaya, saya akan menikah kalau sudah penghasilan sekian juta, saya akan a dan b jika sudah ......

Sadarkah bahwa itu semua adalah kita sedang menunda-nunda untuk berbuat kebaikan. Yang menjadi pertanyaan, apakah benar berbuat baik harus menunggu kaya, apakah benar memberi harus menunggu ada lebihan, apakah benar membahagiakan harus dengan harta.

Usah menunggu datangnya hujan atau menunggu hujannya reda. Teruslah berbuat baik, tak usah menunggu waktu, usah pedulikan kapan hujan dan kapan kemarau. Jika sedang hujan terobos, jika kemarau maka nikmatilah.

Tak usah ikutan lebay karena ini dan itu, teruslah berbuat kebaikan apapun kondisimu.

Allahu A’lam bishshawab

Oleh: Imam Rohani, ST. MT

Darurat Kecerdasan Literasi Bagi Kader PKS

Tanggal 10 Agustus lalu M Sohibul Iman resmi dilantik menjadi Presiden PKS. Bila ia mengemban tugas pembenahan secara holistik atas kondisi internal partai, maka salah satu hal yang harus dibenahi itu mirip sekali dengan cuitannya di media sosial twitter, dua hari sebelum ia dilantik.

Pada tanggal 8 Agustus, melalui akun twitternya @msi_sohibuliman ia mengeluhkan ekses melimpahnya informasi yang membuat “kita” (ia gunakan kata kita sebagai ajakan introspeksi) mudah menyebarkan informasi sampah yang disertai cacian.

“Melimpahnya informasi kadang bikin kita menjadi seperti orang bodoh. Dengan mudah kita share info-info sampah, bahkan dengan info-info itu kita tebar caci dan fitnah. Boleh jadi ini paradok paling heboh di era medsos: makin melimpah informasi bukan makin bijak dan penuh hikmah tapi makin ceroboh dan tebar fitnah,” begitu tulisnya.

“Pada kasus ekstrim, ceroboh dan fitnah bisa timbulkan irreversible damage (kerusakan yang tak dapat dipulihkan). Itu kerugian besar. Petaka bagi semua,” imbuhnya lagi.

Mungkin Sohibul Iman mendapati kenyataan ini setelah melihat kondisi sekitarnya di media sosial. Dan sebagai seorang petinggi PKS, bisa ditebak ia dikelilingi oleh kader-kader PKS, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Memang kenyataannya, beberapa kejadian menunjukkan adanya darurat literasi bagi kader PKS. Kasus yang terbaru adalah tersebarnya di kalangan pendukung PKS sebuah tulisan hoax yang menuduh korban penembakan Paris adalah boneka, bukan jasad manusia.

Baca juga : Kecerdasan Literasi oleh Ust. Surya Darma

Pabrikasi Isu dan Jebakan 

Begitu melimpah bahan untuk dibaca oleh kader partai yang memang terkenal punya hobi membaca. Seorang penulis bernama Erwyn Kurniawan pernah bercerita tentang sosok penjual buku yang selalu mengeluh dagangannya tak begitu laku bila ia jajakan di tengah acara partai. Lantas ada yang menyarankan agar dagangannya itu dijajakan pada acara PKS – sesuatu yang belum pernah dicoba pedagang buku tersebut. Ternyata benar, di acara PKS lah ia bisa mengipas-ngipas lembaran uang dengan penuh senyum.

Itu baru terhadap buku yang untuk memperolehnya harus mengeluarkan uang. Bagaimana lagi bila bahan bacaan itu gratis didapat melalui internet via jejaring sosial, atau aplikasi chatting semisal Whatsapp atau BBM? Kader PKS menikmati benar limpahan informasi ini.

Keluhan Sohibul Iman tadi tentang tabiat manusia di era melimpahnya informasi, berlaku juga buat kader PKS. Puncaknya adalah pada perhelatan pilpres yang lalu. Begitu banyak informasi simpang siur yang sesungguhnya tak layak sebar. Isu Jokowi keturunan Cina, misalnya, sempat dimakan oleh beberapa pendukung PKS di media sosial. Padahal saya dengar langsung dari pengurus PKS di Jawa Tengah bahwa isu itu bohong. Jokowi keturunan Jawa asli.

Sebuah web online punya kontribusi besar dalam penyebaran isu ini. Padahal selama ini web tersebut suka menyudutkan PKS. Terhadap tulisan di web tersebut yang menyudutkan PKS, kader menyangkal. Tetapi terhadap tulisan yang menyudutkan pihak yang berseberangan dengan partainya, kader PKS menelan mentah-mentah tanpa kehati-hatian.

Isu-isu itu seperti dipabrikasi lalu dijadikan “bom” paket yang dikirimkan oleh seorang misterius. Isu Jokowi keturunan Cina memang menjadi “bom” yang sukses meledak di tengah pendukung Prabowo-Hatta. Ada isu lain yang “meledak di tengah jalan”, belum sampai ke tujuan. Misalnya isu “RIP Jokowi” yang belum apa-apa terdeteksi beredar awal dari kalangan pendukung Jokowi-JK. Bisnis.com menulis berita ini dengan judul “WAH...Penyebar 'RIP Jokowi' Diduga Pendukung JKW4P Sendiri”.

Perang rumor pada zaman pilpres lalu memang merupakan yang paling parah. Kedua belah kubu pasangan calon sama-sama mendapat gempuran. Salah satu pihak yang disorot dalam penyebaran isu adalah tabloid Obor Rakyat. Media ini bahkan sempat dipolisikan oleh kubu Jokowi-JK. Lalu berselang setahun kemudian, para pendukung Jokowi semakin geram karena bos pimred Obor Rakyat malah menjabat sebagai Komisaris BUMN. Padahal posisi Komisaris BUMN belakangan banyak ditempati oleh para pendukung Jokowi. Lalu di pihak mana sebenarnya Obor Rakyat ini? Apa tujuan kampanye negatif yang dilakukan Obor Rakyat di pilpres lalu? Victim playing kah?

Di tubuh PKS sejatinya sudah banyak yang curiga adanya pabrikasi isu yang bertujuan menjebak dan meruntuhkan reputasi partai. Si pembuat isu ini tampaknya paham karakter kader PKS yang rakus informasi dan militan membela pihak yang didukungnya.

Sebuah isu bombastis dihembuskan ke tengah media sosial, tak menunggu lama agar isu itu tersebar kemana-mana, lalu disiapkan bantahannya yang kuat. Dan reputasi penyebar pun hancur sudah.

Karena itu lah pentingnya melek literasi.

Kecerdasan Literasi Buat Kader PKS 

“Di medsos ada orang/kelompok yg hobi menghasut. Ada juga orang/kelompok yang gampang dihasut. Jadilah sinergi penghasut+terhasut. Semua jadi kusut. Ada orang/kelompok yang hanya bisa eksis dengan menghasut. Hakikatnya mereka itu pengecut. Mereka sorak bila kita layani. Kita biarkan mereka mati sendiri,” begitu tulis Sohibul Iman di twitter, mensinyalir nyata adanya pelaku pabrikasi isu dan hasutan.

Sekedar melek informasi tidak cukup. Dan menjadi melek informasi di zaman sekarang justru sangat mudah. Yang dibutuhkan adalah melek literasi. Lebih tinggi dari sekedar melek informasi.

Wikipedia mendefinisikan literasi media sebagai “kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.”

Melek literasi berarti mampu melakukan penilaian terhadap sebuah informasi, bahkan mampu melakukan validasi sehingga tidak terjebak kabar bohong. Juga bisa mendeteksi framing atau spinning sebuah berita.

Salah satu cara memvalidasi kabar adalah dengan tabayun. Itu adalah “kata sakti” yang suka disodorkan kader PKS bila diserang rumor. Artinya, kader PKS paham bagaimana menjadi melek literasi. Saat menyuruh orang lain “tabayun dulu”, artinya kader PKS menuntut orang agar melek literasi.

Bagaimana dengan kader PKS sendiri? Sudahkah mengaplikasikan nasihatnya?

Belajar dari asbabun nuzul turunnya perintah tabayun (mendalami masalah) pada Al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 6, sikap menelan bulat-bulat informasi tanpa memeriksanya kembali bisa berujung pada permusuhan hingga pertumpahan darah. Atau istilah yang digunakan Sohibul Iman: irreversible damage.

Harusnya kader PKS menjadi yang terdepan dalam menyikapi rumor. Menjadi teladan bagi masyarakat. Dan sebagai du’at (pendakwah), tradisi tabayun adalah salah satu poin yang harus didakwahkan dan diteladankan. Karena itu merupakan syariat Islam.

Tabayun tak selalu bermakna bertanya langsung kepada yang tertuduh. Justru sebenarnya yang dimintai bukti adalah pihak penuduh, bukan pihak tertuduh. Ulama merumuskan kaidah fiqh yang berbunyi: “Penuduh wajib membawa bukti, sedangkan tertuduh cukup bersumpah”. Jadi yang perlu diperiksa, dianalisa, dan didekontruksi dalam sebuah isu adalah konten tuduhan. Sudahkah ia dilengkapi bukti-bukti yang valid?

Kecerdasan literasi adalah saat berbagai sumber informasi yang dilahap oleh seseorang mampu membuatnya memiliki wawasan yang menopangnya dalam berfikir. Sehingga bila berargumentasi, hujjah yang dibangun punya landasan yang terujuk, bukan sekedar asal membual. Luasnya wawasan seseorang juga melindunginya dari kabar-kabar bohong. Bukan kah salah satu karakter yang ingin dicapai dalam program pembinaan kepribadian Islam di PKS adalah “mutsqofatul fikr”, atau fikiran yang berwawasan?

Materi ghozwul fikri yang diterima oleh kader PKS melalui pembimbing keislamannya harus ditempatkan dalam posisi yang tepat. Mengabaikan ghozwul fikri, bisa membuat seorang muslim hanyut dalam skenario pihak yang terjangkit islamophobia yang menginginkan umat Islam jauh dari aqidahnya. Tetapi menghayati materi ini di luar batas, bisa membuat paranoid. Sikap begini mudah sekali mengafirmasi kabar-kabar bohong seputar teori konspirasi. Makanya, ada yang menelan mentah-mentah tulisan hoax “korban Paris adalah boneka”.

PKS punya perangkat untuk membuat kadernya melek literasi, melalui program pembinaan keislaman tiap pekan. Di tubuh PKS terdapat juga praktisi jurnalistik, blogger/penulis yang melek literasi, atau pakar informasi yang bisa merumuskan sebuah kurikulum dalam membenahi mental kader PKS di dunia maya. Perlu ada pelatihan menginvestigasi isu. Atau paling banter, menggencarkan nasihat agar mengabaikan kabar yang tidak mampu diverifikasi.

Ikhtiar-ikhtiar tersebut perlu diwujudkan bila benar ada keinginan untuk memperbaiki kemampuan kader PKS dalam berliterasi, sehingga tidak lagi menjadi bulan-bulanan pihak yang mempabrikasi isu.

Penulis: Zico Alviandri 

Tautan:
https://twitter.com/msi_sohibuliman
http://makassar.bisnis.com/read/20140511/33/177877/wah...penyebar-rip-jokowi-diduga-pendukung-jkw4p-sendiri
http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=240640
http://www.merdeka.com/peristiwa/relawan-jokowi-geram-bos-pemred-obor-rakyat-jadi-komisaris-antam.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Literasi_media

Sumber: pks.id

Kecerdasan Literasi

Rasulullah saw. menganjurkan kita memiliki kecerdasan literasi melalui sabdanya, "...maka betapa banyak orang yang disampaikan kepadanya (hadis) lebih lebih paham dari orang yang mendengarnya langsung.." (Hadits shahih Tirmidzi dari Abdullah bin Masud).

Kecerdasan literasi merujuk kepada kemampuan untuk menganalisis, memahami dan merekonstruksi sebuah informasi atau peristiwa agar tidak menimbulkan distorsi dalam pemahaman. Akan sangat bahaya jika sebuah info kita terima begitu saja tanpa melakukan tabayyun (validasi) dan melihat info itu dalam skala utuh. Kalau mempertanyakan kerasulan Muhammad SAW bisa divonis kafir maka apakah ucapan orang seperti Umar bin Khattab yang memprotes keras isi perjanjian Hudaibiyyah 6 H, bahkan dengan bertanya kepada Rasulullah saw apakah anda seorang nabi, bisa langsung kita simpulkan bahwa Umar sudah kafir ? Disitu ada konteks dan situasi khusus sehingga Umar tidak bisa kita begitu saja katakan sudah keluar dari Islam. Dan yang bisa menjawab secara proporsional kalau kita memiliki kecerdasan literasi. Fatwa yang serampangan dan tergesa gesa pada umumnya lahir dari tiadanya kecerdasan literasi.

Tidak ada bedanya dengan peristiwa Shiffin (37 H) ketika sahabat Ammar bin Yasir terbunuh lalu banyak sahabat teringat kepada sabda Nabi saw bahwa kelak yang membunuh Ammar adalah gerombolan bughat atau pemberontak. Para pengikut Ali yakin bahwa bughat adalah pihak Muawiyah dan pengikutnya. Tapi Muawiyah menolak tuduhan itu. Ia malah mengatakan yang bughat itu adalah pihak yang mengkondisikan dan menggiring Ammar hingga terlibat di medan Perang Shiffin. Muawiyah bermaksud mengingatkan kepada para penuduhnya bahwa perangnya berhadapan dengan Ali tidak berdiri sendiri tapi ada kisah latar belakangnya yang panjang, utamanya karena ia adalah wali darah yang berhak menuntut darah Utsman yang terbunuh dua tahun lalu. Utsman dibunuh pemberontak dari Kufah, Basrah dan Fushtat Mesir. Dan para pemberontak itulah contoh paling benderang dalam halaman awal sejarah Islam yang berkisah tentang dahsyatnya fitnah kala kecerdasan literasi kosong dari pengambilan keputusan.

Baca juga : Kecerdasan Literasi Bagi Kader PKS

Secara pribadi saya prihatin jika membaca tulisan hanya dihiasi hamparan dan hamburan dalil tanpa mencoba melihat sisi konteks dan hubungan antara satu dalil dengan dalil yang. Apatah lagi jika tulisan itu terkesan menyingkirkan dalil-dalil lainnya yang mungkin tidak sesuai selera penulis. Itulah gunanya wahyu turun bertahap dan itulah hikmahnya Nabi dan Rasul tidak turun sekaligus pada satu masa menggempur manusia dengan wahyu dan setelah itu urusan langit selesai. Ada konteks, ada logika, ada kehati-hatian dan ada kejujuran dalam kesimpulan. Itulah kecerdasan literasi.

Tiadanya kecerdasan literasi akan memicu fitnah dan marabahaya dalam sikap beragama kita. Cukuplah sikap dan perjalanan sejarah Khawarij menjadi pelajaran buat kita bagaimana dahsyatnya fitnah dan akibat negatif yang muncul kala kecerdasan literasi itu hilang dari kesadaran umat saat menilai sebuah peristiwa.

Penulis : Ust. Surya Darman
https://www.facebook.com/surya.darma.731135/posts/953429254743762

[Repost] PKS di Daerah Harus Kelola Media Secara Profesional


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta struktur PKS di wilayah provinsi dan kota/kabupaten dapat mengelola media-media internal secara profesional. Tujuannya agar masyarakat mendapatkan pandangan yang utuh dan obyektif tentang PKS.

"Media internal semacam website mesti dikelola dengan mengindahkan kaidah jurnalistik yang standard, tidak seenaknya dan tidak sekedar untuk mengejar kunjungan pembaca,” ujar Ketua Bidang Humas DPP PKS Dedi Supriadi dalam di kantor DPP PKS, Gedung MD, Jl TB Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis (1/10).

Menurutnya, pengelolaan media yang baik akan membangun reputasi positif PKS di mata publik. Dedi juga menegaskan, website partai dikelola oleh struktur bukan oleh perorangan agar pertanggungjawaban terhadap isi website juga jelas. “Selain itu media-media yang dikelola struktur PKS tidak boleh sembarangan mengutip atau mengambil informasi dari sosial media atau media tidak resmi,” ujarnya.

Dedi menerangkan saat ini media resmi partai di tingkat pusat adalah situs www.pks.id. Sementara untuk tingkat provinsi saat ini domain web atau blog sudah beralamat ke pks.id juga dengan didahului nama provinsinya. “Misal, untuk PKS DKI Jakarta, website resminya adalah jakarta.pks.id. Untuk tingka Kota/Kabupaten nantinya juga akan dibuat seperti itu,” tutur Dedi.

Ia menyarankan agar pihak-pihak yang ingin mendapatkan informasi dan sikap resmi PKS mengacu pada media resmi PKS. "Sangat mungkin dengan jumlah kader yang gemar mencari informasi, ada pihak-pihak yang mengejar ceruk pembaca tersebut dan menggunakan kata dan isu PKS sebagai daya tarik agar orang meng-klik situs tersebut, padahal bukan dikelola oleh struktur” ujarnya.

Dedi mencontohkan, pemberitaan yang dilakukan situs Piyungan Online yang sering disalahartikan sebagai website milik struktur partai. “Padahal blog atau situs tersebut dikelola oleh pribadi dan tidak mewakili sama sekali sikap PKS. Bahkan dalam beberapa kesempatan, isi media tersebut mengganggu reputasi PKS sebagai partai dakwah,” ujar Dedi lagi.

Humas DPP PKS, tambahnya, sudah pernah mengirimkan surat agar pengelola web www.pkspiyungan .org menyerahkan atau mengembalikan URL (Uniform Resource Locater) ke struktu PKS setempat, namun hal tersebut belum dipenuhi oleh pengelola akun tersebut.

Sumber : http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/10/01/nvj5sb319-pks-di-daerah-harus-kelola-media-secara-profesional

Narasi Muhammad


oleh: Anis Matta, Lc

“Aku bisa berdoa kepada Allah untuk menyembuhkan butamu dan mengembalikan penglihatanmu. Tapi jika kamu bisa bersabar dalam kebutaan itu, kamu akan masuk surga. Kamu pilih yang mana?”

Itu dialog Nabi Muhammad SAW dengan seorang wanita buta yang datang mengadukan kebutaannya kepada beliau, dan meminta didoakan agar Allah mengembalikan penglihatannya. Dialog yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas itu berujung dengan pilihan yang begitu mengharukan: "Saya akan bersabar, dan berdoalah agar Allah tidak mengembalikan penglihatanku."

Beliau juga bisa menyembuhkan seperti Nabi Isa, tapi beliau menawarkan pilihan lain: bersabar. Sebab kesabaran adalah karakter inti yang memungkinkan kita survive dan bertahan melalui seluruh rintangan kehidupan. Kesabaran adalah karakter orang kuat. Sebaliknya, tidak ada jaminan bahwa dengan bisa melihat, wanita itu akan bisa melakukan lebih banyak amal saleh yang bisa mengantarnya ke surga. Tapi di sini, kesabaran itu adalah jalan pintas ke surga. Selain itu, penglihatan adalah fasilitas yang kelak harus dipertanggungjawabkan di depan Allah, karena fasilitas berbanding lurus dengan beban dan pertanggungjawaban. Ada manusia, kata Ibnu Taimiyah, lebih bisa lulus dalam ujian kesulitan yang alatnya adalah sabar ketimbang ujian kebaikan yang alatnya adalah syukur.

Nabi Muhammad juga berperang seperti Nabi Musa. Bahkan Malaikat Jibril pun pernah meminta beliau menyetujui untuk menghancurkan Thaif. Tapi beliau menolaknya. Sembari mengucurkan darah dari kakinya beliau malah balik berdoa: "Saya berharap semoga Allah melahirkan dari tulang sulbi mereka anak-anak yang akan menyembah Allah."

Muhammad bisa menyembuhkan seperti Isa. Juga bisa membelah laut seperti Musa. Bahkan bulan pun bisa dibelahnya. Muhammad punya dua jenis kekuatan itu: soft power dan hard power. Muhammad mempunyai semua mukjizat yang pernah diberikan kepada seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya. Tapi beliau selalu menghindari penggunaannya sebagai alat untuk meyakinkan orang kepada agama yang dibawanya. Beliau memilih kata. Beliau memilih narasi. Karena itu mukjizatnya adalah kata: Al-Qur'an. Karena itu sabdanya pun di atas semua kata yang mungkin diciptakan semua manusia.

Itu karena narasi bisa menembus tembok penglihatan manusia menuju pusat eksistensi dan jantung kehidupannya: akal dan hatinya. Jauh lebih dalam daripada apa yang mungkin dirasakan manusia yang kaget terbelalak seketika menyaksikan laut terbelah, atau saat menyaksikan orang buta melihat kembali.

Sebuah Puisi untuk Sahabat Pejuang


Salam 'alaika yaa pejuang

Engkau telah bekerja
Kita telah berkeringat bersama
Kalian telah menyaksikannya
Atas itu semua akan berbuah pahala

Jalan jalan telah engkau lewati
Kelokan demi kelokan telah kami rasakan
Desa demi desa telah menjadi saksi kehadiran kita
Bukit & gunung telah engkau taklukkan

Sungai & laut telah engkau belah dengan semangatmu
Batu & pasir menjadi saksi perjalanan kita
Berdebu & berderu sepanjang jalan
Semua menjadi saksi perjuangan kita.

Sahabat...
Aku tahu, masa ini ada mimpi yang terwujud
Ada impian yang tertunda nyatanya.
Itu hanya tentang waktu
Itu hanya tentang takdir
Karena engkau pejuang yang sesungguhnya
Bagi kalian yang telah bertarung sepenuh jiwa.

Sahabat.....
Ada sedih bagi impian yang tertunda
Tapi yakinkan aku, itu hanya sedih dalam jenak waktu yang singkat
Karena aku tak ingin melihatmu murung padahal kau seorang pejuang.

Saudaraku....
Tahukah engkau, bahwa kau tak sendiri
Menang kalahmu kita tetap bersama
Karena kita adalah saudara.

Sahabatku...
Engkau telah mengajarkan pada kami
Tentang nilai perjuangan
Tentang takaran pengorbanan
Tentang daya pertarungan.

Kami memberi penghormatan untukmu pejuangku.
Sambutlah harimu dengan senyum.
Berdiri setegar karang
Karena engkau adalah pejuang.

Gowa, 10 Des 2015

Mallarangan Tutu
https://www.facebook.com/Mallarangan-Tutu-990379814352359/?fref=ts